Hello

12 Mei 2014


Makalah
Hukum Wanprestasi Di Indonesia


Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Sistem Hukum Indonesia
Disusun Oleh:

                                     Nama      : Ahmad Miftahul farid
                                     NPM       : 2013140079
                                    Prodi       : Komunikasi D

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas berkah dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “WANPRESTASI”.
Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Sistem Hukum Indonesia Bpk A Kahar Maranjaya, SK, MH dan Bpk Septa Candra, SH, MH. Yang telah membimbing saya dan mengarahkan saya dalam penulisan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk para pembaca dapat memperluas  pengetahuan tentang "Hukum WANPRESSTASI DiIndonesia" dan juga untuk memenuhi sebagian tugas UAS.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Terima kasih.


                                                                                                                      Depok,  Januari 2014


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I  PENDAHULUAN........................................................................................... 1
Latar Belakang............................................................................................................... 1
Rumusan masalah............................................................................................................ 2
Tujuan Penulisan. ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 3
A.    Pengertian Prestasi.......................................................................................................... 3
      Model-model Prestasi.............................................................................................. 4
B.     Pengertian Wnprestasi................................................................................................... 10
      Penyebab Tindakan Wanprestasi dapat terjadi...................................................... 10
      Bentuk-bentuk Wanprestasi................................................................................... 12
      Pengertian Wanprestasi dalam Hukum.................................................................. 12
1.      Membayar Kerugian...................................................................................................... 12
2.      Pembatalan Perjanjian................................................................................................... 12
3.      Peralihan Resiko............................................................................................................ 12
4.      Membayar biaya Perkara............................................................................................... 12
C.     Prestasi dan Wanprestasi Berdasarkan KUHP............................................................. 12
1.      Prestasi.......................................................................................................................... 12
2.      Wanprestasi................................................................................................................... 12
Contoh Kasus................................................................................................................ 12
D.    Akibat hukun bagi Debetur yang berprestasi ............................................................... 12
Bentuk Ganti Rugi yang dapat dituntut....................................................................... 12
E.     Tatacara menyatakan debitur wanprestasi.................................................................... 12
F.      Pembelaan Debitur yang dituntut membayar ganti rugi............................................... 12
G.    Keadaan Memaksa (Overmacht/Force Majeur) ........................................................... 12
Akibat Keadaan Memaksa............................................................................................ 12
Unsur-Unsur Keadaan Memaksa.................................................................................. 12
H.    Sifat Keadaan Memaksa............................................................................................... 12
a.       Keadaan Memaksa Absolut.......................................................................................... 12
b.      Keadaan Memaksa Relatif............................................................................................ 12
I.       Yurispudensi Terkait..................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP..................................................................................................... 13
Kesimpulan................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 13



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Indonesia adalah salahsatu Negara yang menganut system Demokrasi yaitu dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam mewujudkan Negara berkembang Indonesia menjalani system-sistem yang ada baik yang tertulis ataupun yang tidak tertulis.

System akan berkembang jika ada seorang atau sekolompok untuk aktif atau praktikum hokum yaitu yang melakukan tindakan hokum. Dalam melakukan tugasnya seorang aktivis hokum memiliki dua criteria yaitu berprestasi dan wanprestasi.
     
      Pengertian prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

Prestasi adalah kewajiban yang lahir dari sebuah perikatan baik karena undang-undang maupun karena perjanjian. Dasar hukumnya yaitu Pasal 1234 BW “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”

Sedangkan Pengertian wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

B. Identivikasi Masalah
Setelah melihat latar belakang diatas maka masalah yang teridentivikasikan adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian Prestasi
2.      Apa pengertian Wanprestasi
3.      Arti Prestasi danWasprestasi Menurut Hukum
4.      Akibat hukun bagi Debetur yang berprestasi

C. Rumusan Masalah
Dengan masalah-masalah yang teridentivikasi diatas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah Hukum Wanprestasi diindonesia.

DBatasan Masalah
             Adapun batasan masalah dalam makalah ini adalah “hukum prestasi dan wanprestasi diindonesia”

E. Tujuan Penulisan
       Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebgai berikut :
1.      Untuk mengetahui hukum wanprestasi diindonesia.
2.      Sebagai tugas UAS mata kuliah SIstem Hukum Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Prestasi
          
           Pengertian prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

Model-Model Prestasi:
1.      Memberikan Sesuatu
2.      Berbuat sesuatu
3.      Tidak berbuat sesuatu

B.     Pengertian Wanprestasi

Pengertian wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

Penyebab Tindakan wanprestasi dapat terjadi
1.      Kesengajaan
2.      Kelalaian
3.      Tanpa Kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian).

Bentuk-bentuk Wanprestasi:
1.      Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
2.      Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
3.      Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
4.      Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Pengertian Wanprestasi dalam Hukum:

Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan “wanprestasi”. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam :
  1. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; 
  2. melaksankan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; 
  3. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; 
  4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 
Mengenai perjanjian untuk menyerahkan suatu barang atau untuk melakukan suatu perbuatan, jika dalam perjanjian tidak ditetapkan batas waktunya tetapi si berutang akan dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan, pelaksanaan prestasi itu harus lebih dahulu ditagih. Apabila prestasi tidak seketika dapat dilakukan, maka si berutang perlu diberikan waktu yang pantas. 

Sanksi yang dapat dikenakan atas debitur yang lalai atau alpa ada empat macam, yaitu: 
  1. membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi; 
  2. pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian; 
  3. peralihan resiko; 
  4. membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim. 
1. Membayar Kerugian

Ganti rugi sering dirinci dalam tiga unsur: biaya, rugi dan bunga. 
  1. Biaya
Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak. Contoh nya jika seorang sutradara mengadakan suatu perjanjian dengan pemain sandiwara untuk mengadakan suatu pertunjukan dan pemain tersebut tidak datang sehingga pertunjukan terpaksa dibatalkan, maka yang termasuk biaya adalah ongkos cetak iklan, sewa gedung, sewa kursi dan lain-lain. 
  1. Rugi
Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur. Misalnya rumah yang baru diserahkan oleh pemborong ambruk karena salah konstruksinya, hingga merusak perabot rumah. 
  1. Bunga
Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur. Misalnya, dalam hal jual beli barang, jika barang tersebut sudah mendapat tawaran yang lebih tinggi dari harga pembeliannya. 
Code Civil memperinci ganti rugi itu dalam dua unsur, yaitu dommages et interests. Dommages meliputi biaya dan rugi seperti dimaksudkan di atas, sedangkan interest adalah sama dengan bunga dalam arti kehilangan keuntungan. 

Dalam soal penuntutan ganti rugi, oleh undang-undang diberikan ketentuan-ketentuan yang merupakan pembatasan dari apa yang boleh dituntut sebagai ganti rugi. 

Pasal 1247 KUHPer menentukan : 

Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya”. 

Pasal 1248 KUHPer menentukan : 
Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi dan bunga, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perjanjian”. 

Suatu pembatasan lagi dalam pembayaran ganti rugi terdapat dalam peraturan mengenai bunga moratoir. Apabila prestasi itu berupa pembayaran sejumlah uang, maka kerugian yang diderita oleh kreditur kalau pembayaran itu terlambat, adalah berupa interest, rente atau bunga. 

Perkataan “moratoir” berasal dari kata Latin “mora” yang berarti kealpaan atau kelalaian. Jadi bunga moratoir berarti bunga yang harus dibayar (sebagai hukuman) karena debitur itu alpa atau lalai membayar utangnya, ditetapkan sebesar 6 prosen setahun. Juga bunga tersebut baru dihitung sejak dituntutnya ke pengadilan, jadi sejak dimasukkannya surat gugatan. 

2. Pembatalan Perjanjian

Pembatalan perjanjian, bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Dikatakan bahwa pembatalan itu berlaku surut sampai pada detik dilahirkannya perjanjian. Kalau suatu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang, maka itu harus dikembalikan. Pokoknya, perjanjian itu ditiadakan. 

Pembatalan perjanjian karena kelalaian debitur diatur dalam pasal 1266 KUHPer yang mengatur mengenai perikatan bersyarat, yang berbunyi: 

Syarat batal dianggap selamanya dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim.Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban itu dinyatakan dalam perjanjian.Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam perjanjian, hakim leluasa menurut keadaan atas permintaan si tergugat, untuk memberikan suatu jangka waktu guna kesempatan memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana tidak boleh lebih dari satu bulan”. 

Pembatalan perjanjian itu harus dimintakan kepada hakim, bukan batal secara otomatis walaupun debitur nyata-nyata melalaikan kewajibannya. Putusan hakim itu tidak bersifat declaratoir tetapi constitutif, secara aktif membatalkan perjanjian itu. Putusan hakim tidak berbunyi “Menyatakan batalnya perjanjian antara penggugat dan tergugat” melainkan, “Membatalkan perjanjian”. 

Hakim harus mempunyai kekuasaan discretionair, artinya : kekuasaan untuk menilai besar kecilnya kelalaian debitur dibandingkan dengan beratnya akibat pembatalan perjanjian yang mungkin menimpa si debitur itu. Kalau hakim menimbang kelalaian debitur itu terlalu kecil, sedangkan pembatalan perjanjian akan membawa kerugian yang terlalu besar bagi debitur, maka permohonan untuk membatalkan perjanjian akan ditolak oleh hakim. Menurut pasal 1266 hakim dapat memberikan jangka waktu kepada debitur untuk masih memenuhi kewajibannya. Jangka waktu ini terkenal dengan nama “terme de grace”. 

3. Peralihan Resiko

Sebagai sanksi ketiga atas kelalaian seorang debitur disebutkan dalam pasal 1237 KUHPer. Yang dimaksudkan dengan “resiko” adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian. 

Peralihan resiko dapat digambarkan demikian : 

Menurut pasal 1460 KUHPer, maka resiko dalam jual beli barang tertentu dipikulkan kepada si pembeli, meskipun barangnya belum diserahkan. Kalau si penjual itu terlambat menyerahkan barangnya, maka kelalaian ini diancam dengan mengalihkan resiko tadi dari si pembeli kepada si penjual. Jadi dengan lalainya sipenjual, resiko itu beralih kepada dia. 

4. Membayar Biaya Perkara

Tentang pembayaran ongkos biaya perkara sebagai sanksi keempat bagi seorang debitur yang lalai adalah tersimpul dalam suatu peraturan Hukum Acara, bahwa pihak yang dikalahkan diwajibkan membayar biaya perkara. 

Menurut pasal 1267 KUHPer, pihak kreditur dapat menuntut si debitur yang lalai untuk melakukan : 
  1. pemenuhan perjanjian; 
  2. pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi; 
  3. ganti rugi saja; 
  4. pembatalan perjanjian; pembatalan disertai ganti rugi.

C.    Prestasi dan Wanprestasi berdasarkan KUHP

1.      Prestasi

Prestasi adalah kewajiban yang lahir dari sebuah perikatan baik karena undang-undang maupun karena perjanjian. Dasar hukumnya yaitu Pasal 1234 BW “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu” Artinya, suatu perikatan atau perjanjian isinya bisa berupa :
A.    kewajiban untuk memberikan sesuatu,
B.     untuk melakukan sesuatu dan
C.     untuk tidak melakukan sesuatu

2.      Wanprestasi

a.       Dasar Hukum :

Pasal 1238 “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”

Pasal 1243 BW “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”

Pada dasarnya Debitur wanprestasi kalau debitur:
1.      terlambat berprestasi
2.      tidak berprestasi
3.      salah berprestasi.

Contoh Kasus :

kapan debitur dikatakan telah wanprestasi? wanprestasi adalah suatu kondisi dimana debitur berada dalam keadaan lalai. Dalam hal ini debitur adalah pemilik kios. Untuk menyatakan seseorang berada dalam keadaan lalai (wanprestasi) diperlukan somasi. Jadi pemilik kios berada dalam keadaan lalai setelah ada perintah/peringatan agar Pemilik Kios melaksanakan kewajibannya. Perintah atau peringatan (surat teguran) itu dalam doktrin dan yurisprudensi disebut “somasi“.

Somasi merupakan peringatan atau teguran agar Pemilik Kios berprestasi pada suatu saat yang ditentukan dalam surat somasi. Itulah alasan pentingnya mencantumkan tenggang waktu dalam setiap surat peringatan/ somasi. Dengan demikian, somasi merupakan sarana untuk menetapkan Pemilik Kios berada dalam keadaan lalai (kalau somasi tidak dipenuhi).

Somasi yang tidak dipenuhi –tanpa alasan yang sah– membawa Pemilik Kios berada dalam keadaan lalai, dan sejak itu semua akibat kelalaian (wanprestasi) berlaku. Namun, ada kalanya pemilik kios dibenarkan untuk tidak berprestasi, maksudnya, ada kalanya sekalipun pemilik kios tidak berprestasi sebagaimana mestinya, ia tidak wanprestasi. Yang demikian muncul, kalau sekalipun pemilik kios tidak memenuhi kewajibannya, tetapi ia tetap dibenarkan untuk tidak berprestasi. Peristiwa ini terjadi apabila ia menghadapi keadaan memaksa (force majeur). Dalam keadaan memaksa debitur tidak wanprestasi sekalipun ia tidak memenuhi kewajiban perikatannya.

Kesimpulannya, pemilik kios yang tidak membuka usahanya dikatakan wanprestasi, kalau setelah Pemilik kios disomir/ diperingatkan/ disomasi dengan benar, pemilik kios – tanpa alasan yang dibenarkan – tetap tidak membuka usahanya.

D.    Akibat Hukum bagi Debitur yang Wanprestasi:
Akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi berupa:
  1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi);
  2. Pembatalan perjanjian;
  3. Peralihan resiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;
  4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Disamping debitur harus menanggung hal tesebut diatas, maka yang dapat dilakukan oleh krediturdalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima kemungkinan sebagai berikut (Pasal 1276 KUHPerdata):
  1. Memenuhi/melaksanakan perjanjian;
  2. Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi;
  3. Membayar ganti rugi;
  4. Membatalkan perjanjian; dan
  5. Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
Bentuk Ganti rugi yang dapat dituntut
Debitur wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi prestasi itu”. (Pasal 1243  KUHPerdata). “Ganti rugi terdiri dari biaya, rugi, dan bunga” (Pasal 1244 s.d. 1246 KUHPerdata).
1.      Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh suatu pihak.

2.      Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur.

3.      Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayarkan atau dihitung oleh kreditur.
Ganti rugi harus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji” (Pasal 1248 KUHPerdata) dan kerugian dapat diduga atau sepatutnya diduga pada saat waktu perikatan dibuat.
Ada kemungkinan bahwa ingkar janji (wanprestasi) itu terjadi bukan hanya karena kesalahan debitur (lalai atau kesengajaan), tetapi juga terjadi karena keadaan memaksa.
Kesengajaan adalah perbuatan yang diketahui dan dikehendaki.
Kelalaian adalah perbuatan yang mana si pembuatnya mengetahui akan kemungkinan terjadinya akibat yang merugikan orang lain.
E.       Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:
  1. Sommatie
Sommitie adalah Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan Negeri.
Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditor berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitor wanprestasi atau tidak. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditor) kepada si berutang (debitor) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.
  1. Ingebreke Stelling
Ingebreke Stelling adalah Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri. Adapun Isi peringatan kreditur adalah sebagai berikut :
  1. Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi;
  2. Dasar teguran;
  3. Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya tanggal 9 Agustus 2012).  
F.      Pembelaan Debitur yang dituntut membayar ganti rugi
1.      Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa. Misalnya: karena barang yang diperjanjikan musnah atau hilang, terjadi kerusuhan, bencana alam, dll.

2.      Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (Execptio Non Adimreti Contractus). Misalnya: si pembeli menuduh penjual terlambat menyerahkan barangnya, tetapi ia sendiri tidak menetapi janjinya untuk menyerahkan uang muka.

3.      Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi (Rehtsverwerking). Misalnya: si pembeli menerima barang yang tidak memuaskan kualitasnya, namun namun pembeli tidak menegor si penjual atau tidak mengembalikan barangnya.


G.     Keadaan Memaksa (Overmacht/Force Majeur):
Keadaan Memaksa (Overmacht/Force Majeur) Tidak dirumuskan dalam UU, akan tetapi dipahami makna yang terkandung dalam pasal-pasal KUHPerdata yang mengatur tentang overmacht.
            Adalah: “Suatu keadaan di mana debitor tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditor, yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, seperti karena adanya gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-lain”.
Misalkan: seseorang menjanjikan akanmenjual seekor kuda (schenking) dan kuda ini sebelum diserahkan mati karena disambar petir.
Akibat keadaan memaksa:
  1. Krediturtidak dapat meminta pemenuhan prestasi;
  2. Debiturtidak dapat lagi dinyatakan lalai;
  3. Resiko tidak beralih kepada debitur.
Unsur-unsur Keadaan memaksa:
(1)Peristiwa yang memusnahkan benda yang menjadi obyek perikatan;
(2)Peristiwa yang menghalangi Debitur berprestasi;
(3)Peristiwa yang tidak dapat diketahui oleh Kreditur/Debitur sewaktu dibuatnya perjanjian.
H.    Sifat Keadaan memaksa
Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.   Keadaan memaksa absolut:
Adalah suatu keadaan di mana debitor sama sekali tidak dapat memenuhi prestasinya kepada kreditor, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar. Contoh:si A ingin membayar utangnya pada si B, namun tiba-tiba pada saat si A ingin melakukan pembayaran utang, terjadi gempa bumi, sehingga A sama sekali tidak dapat membayar utangnya pada B.
b.   Keadaan memaksa yang relatif:
Adalah suatu keadaan yang menye­babkan debitor masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban yang besar, yang tidak seimbang, atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia, atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar.
Contoh: seorang penyanyi telah mengikatkan dirinya untuk menyanyi di suatu konser, tetapi beberapa detik sebelum pertunjukan, ia menerima kabar bahwa anaknya meninggal dunia.
Suatu perjanjian, merupakan suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu : 
  1. perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang, misalnya jual beli, tukar menukar, penghibahan (pemberian), sewa menyewa, pinjam pakai. 
  2. perjanjian untuk berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perburuhan. 
  3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang lain. 
I.        YURISPRUDENSI TERKAIT
somasi bukan mengkonstatir keadaan lalai, tetapi suatu peringatan agar debitur berprestasi, dengan konsekuensinya, kalau debitur – tanpa alasan yang sah — tetap tidak berprestasi, maka somasi menjadikan debitur dalam keadaan lalai (HR 29 Januari 1915, 485, dimuat dalam P. De Prez, Gids Burgelijk Recht, Deel I, no. 87).

1.      Tegoran (somasi)

Permintaan untuk memenuhi (het vragen var nakoming) yang diperjanjikan tidak diharuskan dengan tegoran oleh juru sita. i.e. oleh Pengadilan Tinggi dipertimbangkan:

bahwa untuk menyatakan seseorang telah melakukan wanprestasi terlebih duhu harus sudah dilakukan penagihan resmi oleh juru sita: somasi.

bahwa oleh karena somasi dalam perkara ini belum dilakukan maka Pengadilan belum dapat menghukum para tergugat/pembanding telah melakukan wanprestasi; oleh sebab itu gugatan penggugat/terbanding harus dinyatakan tidak dapat di¬terima).

Putusan Mahkamah Agung : tgl. 12-9-1973 No. 852 K/Sip/1972.
Dalam Perkara : Drs. Hutasoit (Mardjohan) lawan 1. PT. International Country Hotel Corporation Indonesia, 2. S.B. Abas, 3. M.L. Pohan dkk.
Susunan Majelis : 1. Prof. R. Soebekti S.H. 2. D.H. Lumbanradja S.H. 3. Sri Widojati Wiratmo Soekito S.H.
2.       Akibat cidra janji.
Meskipun oleh judex fasti dianggap terbukti bahwa hutang tergugat pembayarannya secara mengangsur, namun karena adanya wanprestasi kuranglah tepat tergugat dihukum untuk membayar hutangnya secara mengangsur setiap bulan dengan mengambil dari gaji; maka amar keputusan Pengadilan Tinggi perlu di¬perbaiki, yaitu dengan meniadakan ketentuan pengangsuran tersebut.
Putusan Mahkamah Agung : tgl. 4-5 – 1976 No. 770 K/Sip/1975.
Dalam Perkara : Soewarno lawan Ny. Tjoa ing Lan alis Ny. Endang Wahju N. Widjaia.
Susunan Majelis : 1. Sri Widoyati Wiratmo Soekito SH. 2. DH. Lumbanradja SH. 3. BRM. Hanindyapoetno Sosropranoto SH.
  1. Ganti rugi karena perjanjian tidak dipenuhi.
Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung:
bahwa di dalam perjanjian jual beli sebagaimana dilakukan antara kedua pihak ini dimungkinkan adanya ketentuan pemberian pembayaran bunga apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi; – karena yang demikian itu tidak diperjanjikan maka tuntutan akan kerugian tersebut (berkenaan dengan wanpretasi dari pihak penjual/tergugat) tidak dapat diterima.

 BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam pelaksanaan hukum diindonesia sebagian ada yang yang berprestasi sebagian pula ada yang tidak berprestasi atau wanprestasi atau cacaat hokum.  Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.
Hak yang dirugikan diperbolehkan menuntuk pikak yang melakukan wanprestasi yaitu dengan membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi, pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian, peralihan resiko, membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Makalah ini dibentuk bertujuan untuk para praktikum hokum untuk mengantisipasi segala perilakunya terutama dalam melaksanakan tindakan hukum. Jangan sampai melakukan tindakan wanprestasi karena dapat merugikan diri sendiri dan orang lain bahkan dapat mencoreng nama baiknya sebagai aktivis hokum. 



0 komentar:

Popular Posts

ahmad miftahul farid. Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman