Suatu ketika di awal abad 20 George Hansburg melancong ke Burma. Di sana
ia bertemu dengan seorang petani miskin yang mempunyai anak perempuan
bernama Pogo.
Di Burma mayoritas warganya beragama Buddha. Pogo punya keinginan berkunjung setiap hari ke kuil memanjatkan doa untuk ayahnya. Masalahnya, jarak yang harus ditempuh dari rumah ke kuil lumayan jauh serta penuh rintangan tanah berbatu dan lumpur. Pogo tak punya alas kaki untuk bepergian.
Di Burma mayoritas warganya beragama Buddha. Pogo punya keinginan berkunjung setiap hari ke kuil memanjatkan doa untuk ayahnya. Masalahnya, jarak yang harus ditempuh dari rumah ke kuil lumayan jauh serta penuh rintangan tanah berbatu dan lumpur. Pogo tak punya alas kaki untuk bepergian.
onelargeprawn.co.za
Ayahnya tak kehabisan akal. Ia lalu membuatkan tongkat untuk melompat
berbentuk huruf T sehingga Pogo bisa pergi ke kuil tanpa menjadi kotor.
Pengalaman yang disaksikan Hansburg ini memberinya ide untuk membuat
alat yang sama. Sebagai penghormatan, alat itu pun diberi nama pogo
stick.
Di tahun 1919 Hansburg mematenkan pogo stick sebagai alat olahraga, namun kala itu masih terbuat dari kayu. Pada perkembangannya, bahan logam menggantikan kayu agar lebih kokoh dan awet. Penambahan pegas pada tongkat memungkinkan orang yang memakai pogo stick bisa melompat lebih tinggi dan jauh.
Di tahun 1919 Hansburg mematenkan pogo stick sebagai alat olahraga, namun kala itu masih terbuat dari kayu. Pada perkembangannya, bahan logam menggantikan kayu agar lebih kokoh dan awet. Penambahan pegas pada tongkat memungkinkan orang yang memakai pogo stick bisa melompat lebih tinggi dan jauh.
pogosticksreviews.net
Rekor seorang pogoers yang bisa melompat paling tinggi saat ini masih dipegang oleh Fred Grzybowski, dia mencapai ketinggian 2,7 meter.